Gapura Panca Waluya: Strategi Pendidikan di Jawa Barat

Ahmad Fadloli, Kepala SMPN 4 Kotabaru

Tanggal 2 Mei 2025 bertepatan dengan hari Pendidikan Nasional, gubernur Jawa Barat mengeluarkan Surat Edaran nomor: 43/PK.03.04/KESRA tentang 9 Langkah Pembangunan Pendidikan Jawa Barat menuju terwujudnya”Gapura Panca Waluya” yakni peserta didik yang Cageur, Bageur, Bener, Pinter, tur Singer.  

http://repository.unpas.ac.id bahwa Gapura Panca Waluya artinya gerbang lima kesempurnaan. Selanjutnya Gapura Panca Waluya, yang berakar pada budaya Sunda, menawarkan konsep pendidikan berbasis kearifan lokal yang menekankan pada lima pilar utama: Cageur (sehat), Bageur (baik hati), Bener (jujur), Pinter (cerdas), dan Singer (terampil).
https://www.pikiran-rakyat.com/kolom/pr-019160171/paralelitas-konsep-gapura-panca-waluya-dan-pendidikan-holistik-menemukan-harmoni-di-pendidikan-karakter-utuh?page=all

Adapun 9 Langkah yang dilakukan oleh satuan Pendidikan agar Gapura Panca Waluya yang diharapkan dapat terwujud adalah sebagai berikut:

  1. Peningkatan sarana dan prasarana pendidikan, serta tersedianya toilet peserta didik di dalam kelas, untuk menunjang aktivitas dan proses belajar, sehingga terwujud lingkungan pendidikan yang baik bagi tumbuhnya Generasi Panca Waluya;
  2. Peningkatan mutu dan kualitas guru yang adaptif terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak, serta memahami arah dan tujuan pendidikan secara paripurna, yaitu terwujudnya manusia Indonesia seutuhnya;
  3. Sekolah dilarang membuat kegiatan piknik, yang dibungkus dengan kegiatan study tour, yang memiliki dampak pada penambahan beban orang tua. Kegiatan tersebut bisa diganti dengan berbagai kegiatan berbasis inovasi, seperti mengelola sampah secara mandiri di lingkungan sekolah, mengembangkan sistem pertanian organik, aktivitas peternakan, perikanan dan kelautan, serta meningkatkan wawasan dunia usaha dan industri;
  4. Sekolah dilarang membuat kegiatan wisuda pada seluruh jenjang pendidikan, mulai dari pendidikan usia dini, pendidikan dasar, sampai dengan pendidikan menengah. Kegiatan tersebut hanya seremonial yang tidak memiliki makna akademik bagi perkembangan pendidikan di Indonesia;
  5. Untuk menyongsong pemberlakuan program Makan Bergizi Gratis (MBG) secara merata, mulai saat ini setiap peserta didik diharapkan dapat membawa bekal makanan ke sekolah, mengurangi uang jajan, serta mendorong peserta didik untuk menabung sebagai bekal dan lahan investasi di masa depan;
  6. Peserta didik yang belum cukup umur dilarang menggunakan kendaraan bermotor, serta mengoptimalkan penggunaan angkutan umum, atau berjalan kaki dengan jangkauan sesuai dengan kemampuan fisik peserta didik. Untuk peserta didik di daerah terpencil, diberikan toleransi sebagai upaya untuk memudahkan daya jangkau peserta didik dari rumah menuju ke sekolah;
  7. Untuk meningkatkan disiplin, serta rasa bangga sebagai warga negara yang mencintai Negara Kesatuan Republik Indonesia, setiap peserta didik harus memahami wawasan kebangsaan, dengan mengembangkan kegiatan ekstrakurikuler seperti Pramuka, Paskibra, Palang Merah Remaja, dan kegiatan lainnya yang memiliki implikasi positif pada pembentukan karakter kebangsaan peserta didik;
  8. Bagi peserta didik yang memiliki perilaku khusus, yang sering terlibat tawuran, main game, merokok, mabuk, balapan motor, menggunakan knalpot brong dan perilaku tidak terpuji lainnya, akan dilakukan pembinaan khusus, setelah mendapatkan persetujuan dari orang tua, melalui pola kerja sama antara Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dengan Jajaran TNI dan Polri;
  9. Peningkatan pendidikan moralitas dan spiritualitas melalui pendekatan pendidikan agama, sesuai dengan keyakinannya masing-masing.

Tantangan

Menurut saya tantangan terberat dari sembilan langkah tersebut adalah tersedianya toilet peserta didik di dalam kelas.

Peraturan yang mengatur jumlah toilet siswa adalah Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 24 Tahun 2007 tentang Standar Sarana dan Prasarana untuk SD/MI, SMP/MTs, dan SMA/MA. Permendiknas Nomor 24 Tahun 2007 secara khusus mengatur rasio toilet untuk siswa di sekolah, dengan ketentuan sebagai berikut: 

SMP/MTs, SMA/MA: 1 jamban untuk 40 siswa laki-laki dan 1 jamban untuk 30 siswa perempuan.
SD/MI: 1 jamban untuk 60 siswa laki-laki dan 1 jamban untuk 50 siswa perempuan.

Jika dilihat dari jumlah siswa untuk satu toilet poin yang disampaikan didalam surat edaran tersebut hampir sama dengan jumlah yang ada di Permendiknas Nomor 24 Tahun 2007 tentang Standar Sarana dan Prasarana. tetapi yang menjadi tantangan adalah cara menghadirkan toilet di setiap kelas. Mengingat model kelas yang sudah ada saat ini berjejer dan tidak ada ruang kosong antar kelas.

Alternatif yang dapat dilakukan adalah menghadirkan toilet untuk setiap blok ruang kelas. Misalnya dalam satu jajaran bangunan kelas atau blok bangunan ruangan kelas ada 4 ruang kelas, maka di bagian ujung yang yang ada lahan yang memungkinkan untuk dibangun toilet, dilahan tersebut dibangun 4 toilet untuk kelas tersebut. Demikian seterusnya.

Jika kondisi dan konsep seperti ini dapat terealisasi maka akan memudahkan untuk pengelolaan kebersihan toilet yang selama ini masih menjadi permasalahan karena setiap kelas mempunyai toilet dan mereka akan bertanggungjawab terkait pengelolaan terutama kebersihan. Pakndol.

Sumber: Surat Edaran nomor: 43/PK.03.04/KESRA tentang 9 Langkah Pembangunan Pendidikan Jawa Barat menuju terwujudnya Gapura Panca Waluya.

Leave a Reply